Foto Peringatan
100 hari wafatnya Kyai Masyrokhan
Tradisi
yang berkembang dikalangan Nahdlatul Ulama apabila ada orang yang meninggal
maka akan dilaksanakan acara Yaasinan, tahlil, doa, dzikir dan lain sebagainya
yang ditujukan untuk mayit. Dalam acara tersebut biasanya juga dibarengi dengan
jamuan makanan sebagai sodaqoh untuk mayit. Menjadi menarik apabila peringatan
tersebut jatuh pada bulan Ramadhan, apakah tetap dilaksanakan hal serupa? Bagaimana
pelaksanaannya?
Sodaqoh
di bulan di bulan yang istimewa akan dilipatgandakan pahalanya. “Sedekah yang
paling utama adalah sedekah dibulan Ramadhan” (HR At-Turmudzi dari Anas). Tidak
ada alasan lagi untuk meninggalkan tradisi yang sangat baik ini di bulan
Ramadhan. Bulan ramadhan tidak menjadi penghalang untuk dilaksanakan peringatan
3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, ataupun 1000 hari wafatnya seseorang. Jamuan
makanan tetap dapat dilakukan sebagai sarana buka puasa bersama. Memberi buka
puasa kepada orang lain pahalanya sama dengan orang yang berpuasa. Acara yang
biasanya dilaksanakan ba’da ashar atau ba’da maghrib dapat dialihkan menjadi
menjelang waktu magrib.
Kamis
(16/6) lalu misalnya, pada hari itu diperingati 100 hari meninggalnya Abah Yai
Masrokhan, pengasuh Ponpes Durrotu Aswaja, Kompleks Unnes, Gunungpati,
Semarang.
Acara
dimulai dengan pembacaan Surat Yaasin dan tahlil bersama oleh semua santri
beserta warga sekitar yang dilakukan langsung di makbaroh Abah Yai. Acara
dimulai pukul 16.30 WIB. Kemudian untuk menunggu datangnya waktu buka puasa
diisi maulidol hasanah dan doa oleh KH Ulil Albab dari Pedurungan Semarang.
Azan
magrib pun berkumandang. Tiba saatnya para santri beserta warga yang hadir
berbuka puasa bersama. Tak lupa “berkat” dibagikan pada warga untuk dibawa
pulang.
0 komentar:
Posting Komentar