Setiap
tanggal 21 april selalu diperingati sebagai hari kartini. Sangat baik memang
memperingati hari kelahiran kartini sebagai wujud rasa terima kasih atas
perjuangan kartini dalam rangka mendapat kemerdekaan nasional umumnya,
khususnya kemerdekaan bagi kaum perempuan. Namun sayang, peringatan saat ini
rasanya tidak lagi sesuai dengan yang diharapkan oleh Kartini.
Kartini
selalu dikisahkan sebagai seorang keturunan ningrat yang berjuang menuntut hak-hak perempuan
disetarakan dengan kaum laki-laki, tokoh yang tetap berkarya walaupun dalam
kondisi dipingit, seorang istri bupati, dan seorang tokoh yang mati muda. Tidak
banyak yang tahu bahwa kartini adalah seorang murid dari seorang ulama besar,
ulama yang juga menjadi guru dari kyai-kyai besar nusantara, Hadratussyaikh K.H.
Hasyim As’ari (Pendiri NU), K.H. Ahmad Dahlan (Muhammadiyah), K.H. Moenawir
Krapyak, dll.
Sejarah
memang telah dipudarkan, sejarah kartini mengaji Al Qur’an dengan didampingi
Romo Kyai Sholeh Darat - Semarang tidak pernah dikisahkan oleh guru di sekolah.
( lha wong gurune he ra tau ngaji Qur’an, hihihi). Yang diceritakan Cuma “Habis
Gelap Terbitlah Terang”. Tidak banyak yang tau bahwa Kartini adalah pelopor
penerjemahan Al Qur’an dalam bahasa Jawa. Cita-cita kartini terhadap Al Qur’an
juga tidak banyak dimengerti oleh kaum wanita sekarang ini.
Suatu
ketika diadakan pengajian di rumah paman Kartini (Bupati Demak), Kartini turut
serta dalam pengajian yang saat itu membahas tentang arti dari Surat Al-Fatihah
oleh Romo Kyai Simbah Sholeh Darat - Semarang. Setelah selesai pengajian
Kartini yang masih kecil merengek-rengek pada pamannya agar bisa bertemu dengan
Kyai Sholeh Darat – Semarang. Agar mudah di pahami, sekiranya seperti berikut
inilah pertemuan antara Kartini dengan Simbah Sholeh :
“Romo
Kyai, panjenengan tadi mengartikan Al Qur’an dengan bahasa Jawa, hati saya merasa
tenteram ketika mendengarnya, Romo Kyai, betapa senangnya saya bila panjenengan
bersedia untuk menafsirkan seluruh isi Al Qur’an 30 jus dengan Bahasa Jawa,
supaya dapat menjadi pedoman saya dan rekan-rekan saya kaum perempuan tanah
Jawa.” Ujar kartini
Kemudian
Mbah Sholeh Darat menjawab, “Nduk, Kartini, menafsirkan Qur’an itu tidak
semudah yang dibayangkan, tidak semua orang yang boleh menafsirkan Al Qur’an,
orang boleh menafsirkan Al Qur’an itu syaratnya harus memiliki ilmu bantu yang
lengkap, mulai dari ilmu nahnusoro, gramatika arab, nasen mansuh, ashabul
huruf, ashabul nuzul, dan lainnya, setelah menguasahi semuanya baru boleh untuk
menafsiri Al Qur’an, Kartini, tidak gampang lho menafsirkan Al Qur’an.”
Kartini
yang keinginan kuat kembali berujar pada Kyai, “ Mohon maaf Romo Kyai,
permohonan saya agar panjenengan menafsirkan Al Qur’an dengan Bahasa Jawa mohon
dipenuhi, karena saya mempunyai keyakinan bahwa segala ilmu untuk menafsirkan
Al Qur’an panjenegan sudah mengkuasahi, Romo Kyai.”
Mendengar
ucapan itu Mbah Sholeh Ndarat lalu tertunduk, beliau mencucurkan air mata tak
kuasaha menahan haru atas keteguhan Kartini. Pada kesempatan mengaji
selanjutnya Simbah Sholeh mengatakan sesuatu pada Kartini, yaitu : “Kartini,
doakan ya, semoga saya bisa mengartikan Al-Qur’an 30 jus menggunakan bahasa
Jawa”
Begitulah
sedikit gambaran tentang cita-cita Kartini tentang Al Qur’an untuk perempuan Nusantara.
Kartini sangat menginginkan agar perempuan Indonesia terus belajar dan mengaji
AL-QUR’AN. Sudah sepatutnya seorang perempuan Indonesia tidak hanya sibuk pergi
ke Salon Kecantikan ketika peringatan hari Kartini. Tidak sepantasnya seorang
pria berdandan atau memakai pakaian wanita sebagai lelucon bahan tertawaan
dalam peringatan hari Kartini.
Kembali
ke kisah…
Simbah
Sholeh Darat kemudian mulai menafsirkan, saat itu penjajah melarang keras
penafsiran terhadap Al Qur’an. Namun larangan itu tidak menghalangi Simbah
Sholeh Darat untuk memenuhi permohonan dari Kartini. Untuk mengelabuhi pengawasan
dari penjajah Simbah Sholeh menulis arti dari Al Qur’an dengan menggunakan
huruf Pegon. (mesthi ra ngerti opo iku huruf Pegon, ngaji meneh karo mbah kyai,
ojo mbah gugel)
Simbah
Sholeh melanggar larangan dari penjajah, beliau menerjemahkan Al Qur’an dengan
ditulis dengan huruf arab gundul alias pegon sihingga tidak dicurigai penjajah .
Jadi tulisannya arab, tapi bacaannya bahasa jawa. (esek ra dong? Takon pacarmu
wae mbok menowo bisa njelasne luwih genah, hohoho)
Belum
selesai 30 jus, tepatnya ketika sudah 13 jus beliau mencetak terjemahan
tersebut di Singapore, dan kitab terjemahan Al Qur’an berbahasa Jawa dengan
aksara arab pertama di Nusantara itu diberi judul Kitab Faidhur-Rohman Fii Tafsiri Ayatul Qur’an. Ingat… penafsiran
itu atas usul R.A. Kartini.
Mung
Sayang, sejarahe mbiyen Kartini ngaji Qur’an ing ngarsane Simbah Sholeh Darat –
Semarang mboten nate dipun terangaken dening guru-guru wonten sekolahan, leres?
(soale gurune dew era tau ngaji, hahaha)
Pada
saat kartini menikah dengan Bupati Rembang R.M. Joyodiningrat, Simbah Kyai
Sholeh Darat hadir dengan membawa kado berupa Kitab terjemahan Al Qur’an
berbahasa Jawa pertama di Nusantara, yaitu Kitab Faidhur-Rohman. Kartini sangat bahagia
dengan hadiah yang dibawa oleh Simbah Sholeh, dia kemudian berkata :
“Selama
ini Al-Fatihah gelap bagi saya. Saya tak mengerti sedikitpun maknanya.
Tetapi sejak hari ini ia menjadi terang-benderang sampai kepada makna
tersiratnya, sebab Romo Kyai telah menerangkannya dalam bahasa Jawa
yang saya pahami.”
Melalui
terjemahan Mbah Sholeh Darat itulah RA Kartini menemukan ayat yang amat
menyentuh nuraninya yaitu:
Orang-orang
beriman dibimbing Alloh dari gelap menuju cahaya (Q.S. al-Baqoroh: 257)
Inilah
mungkin yang menjadi dasar dari buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”, selama ini
dasar penamaan itu adalah hanya sekedar kumpulan dari surat-menyurat beliau…
Terang
dalam bahasa jawa adalah PADHANG… leres? Maka dari itu orang jawa punya syi’iran
:
Padhang
bulan… padhange koyo rino… rembulane.. sing awe-awe… ngelingake.. ojo podo turu
sore… rene tak critani kanggo sebo mengko sore…
Sangat
disayangkan kisah ini jarang diceritakan kepada anak-nak Indonesia, peringatan
kartini seringkali hanya dengan konser, fashion show kebaya, bapak masak, bapak
pake daster, dan lainnya yang tentunya sangat bertentangan dengan cita-cita
kartini.
Saran :
Mari
kita peringati hari kartini dengan memperbanyak membaca Al Qur’an dan berguru
pada kyai.
Betapa
indahnya bila kita peringati dengan berkumpul bersama membaca Al Qur’an, saling
menyimak, bila ada yang salah dalam membaca kita koreksi bersama.
Betapa
indahnya apabila kita peringati hari kartini dengan mendoakan Almarhum
R.A.Kartini, kita bacakan Surah Yaasin dan Tahlil.
Betapa
bahagianya Almarhum apabila kita semua mengirimkan doa untuknya, marilah kita
peringati hari kartini dengan kebijaksanaan, bukan dengan hura-hura cegengesan
kemaksiatan.
Summa
khususon ilaa ruuhi R.A.KARTINI, Al-Fatihah….
Mari
kita gunakan momentum hari kartini ini untuk kita bersama tingkatnya membaca Al
Qur’an kita. Berkah Kartini mengaji Al Qur’an adalah namanya harum dan selalu
dikenang.
TAMBAHAN …..
20
April 2015 kita telah memasuki bulan Rajab, bulan menanam amal. Marilah kita
sambut dengan beberapa sunnah :
Sunnah
Shiam (puasa) tanggal 1,2,3 dan juga memperbanyak di hari-hari selanjutnya.
Sunnah
membaca “Subhanal hayyil qoyyum” 100 x pada sepuluh hari pertama bulan
Rajab, dan membaca “Subhanallahil Ahadis Shomad” 100 x pada sepuluh
hari kedua, dan membaca “Subhanallahirrouuf” 100 x pada sepuluh hari
ketiga
Sholat
sunnah 20 rakaat dng 10 X salam pada salah satu hari di bulan rajab setelah
sholat magrib.
Subhanallah walhamdulillah
walailahaillah allahuakbar wala haula wala kuwata illabillahil aliyil adzim.
Allahumma Bariklana Fii Rajaba
Wabaligna Wasya'bana Romadhona.
FARID NUR ROHMAN, Bwn.XX
Referensi :
K.H. Ahmad Khalwani (Shoutuna FM,
28 April 2014)
http://pelitatangerang.xtgem.com/index/__xtblog_entry/62115-kh-sholeh-darat-semarang-jawa-tengah?__xtblog_block_id=1
http://www.sarkub.com/2012/ra-kartini-dan-kyai-sholeh-darat-sejarah-bangsa-yang-digelapkan-orientalis-belanda/
0 komentar:
Posting Komentar