Muslimedianews.com
~ Kelompok takfiri (baca: kelompok yang suka mengkafirkan muslim lain)
dekade ini banyak muncul di Indonesia. Perilaku kelompok takfiri yang
tergolong minoritas dikalangan umat Islam banyak menyulut fanatisme buta
dan ekstrimisme di tengah masyarakat.
Siapapun umat Islam yang tidak sejalan dengan pemahaman mereka
akan dicap sebagai kafir atau murtad (keluar dari Islam). Mereka
memiliki pemahaman yang menyimpang dan bertentangan dengan mayoritas
ummat Islam sebagai As-Sawadul Ad'ham (Ahlussunnah wal Jama'ah).
Salah satu tokoh takfiri yang ada di Indonesia adalah Ust. Abu Bakar
Ba'asyir (ABB) atau Abu Bakar Ba'asyir bin Abu Bakar Abud, Pimpinan JAT
(Jama'ah Ansharut Tauhid) atau mantan Pimpinan MMI (Majelis Mujahidin
Indonesia). Alumni Fakultas Dakwah Universitas Al-Irsyad, Solo, Jawa
Tengah tahun 1963 tersebut juga merupakan pendiri Pesantren Al-Mu’min di
Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah bersama dengan Abdullah Sungkar, tahun
1972 M. Baik JAT maupun MMI adalah organisasi Islam baru yang bergaris
keras.
Dalam situs resmi JAT (www.ansharuttauhid.com),
sikap takfiri mereka dipampang secara jelas dengan sebuah petikan
perkataan Abu Bakar Ba'asyir dibagian atas web mereka. Menurut ABB,
Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) sebagai penguasa di Indonesia
telah murtad.
"Ulama di Indonesia wajib mengingatkan penguasa
murtad saat ini (SBY) yang tidak mau menegakkan hukum Islam (syari'at
Islam) secara murni dan kaaffah", demikian petikan perkataan ABB yang
terdapat dalam situs resmi JAT.
Presiden SBY yang notabene
seorang muslim dianggap bukan seorang muslim atau kafir karena tidak mau
menegakkan hukum Islam sebagaimana yang mereka kehendaki.
Paham pengkafiran (takfir) menunjukkan bahwa mereka termasuk kelompok
khowarij yang ditentang didalam Islam. Salah satu kelompok yang
berlawanan dengan pemahaman mayoritas umat Islam di Indonesia, khususnya
dua organisasi terbesar di Indonesia yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul
Ulama (NU), dimana keduanya tidak pernah mengkafirkan atau menganggap
murtad penguasa Indonesia (SBY).
Hadits berikut perlu direnungkan kembali :
أَيُّمَا رَجُلٍ قَالَ لأَخِيهِ يَا كَافِرُ . فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا
“Siapa saja yang mengatakan kepada saudaranya, “Wahai kafir”, maka
ucapan tersebut pasti kembali kepada salah seorang dari keduanya.”
[HR. Al-Bukhari (6103, 6104) dan Muslim (225)]
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam:
لاَ يَرْمِى رَجُلٌ رَجُلاً بِالْفُسُوقِ ، وَلاَ يَرْمِيهِ بِالْكُفْرِ ،
إِلاَّ ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ ، إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَلِك
“Tidaklah seorang menuduh orang lain dengan kefasikan dan kekafiran,
kecuali akan kembali kepada penuduhnya apabila orang yang dituduh tidak
seperti itu.”
(HR. Al-Bukhari)
Minggu, 02 Maret 2014
CINTA TANAH AIR, TIDAK ADA DALILNYA??
Al Hafizh Ibn Hajar dalam kitab Fathul Bari juz 3 halaman 261, ketika mensyarahi hadits Imam Bukhari dari shahabat Anas:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَأَبْصَرَ دَرَجَاتِ الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ نَاقَتَهُ وَإِنْ كَانَتْ دَابَّةً حَرَّكَهَا
Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bila pulang dari bepergian dan melihat dataran tinggi kota Madinah, Beliau mempercepat jalan unta beliau dan bila menunggang hewan lain beliau memacunya”
Al Hafizh berkata:
وفي الحديث دلالة على فضل المدينة ، وعلى مشروعية حب الوطن والحنين إليه
Didalam hadits menunjukkan tentang keutamaanya kota Madinah, dan disyari'atkannya cinta tanah air dan rindu kepadanya.
Via Ust. Abdullah Afif
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=214590125414485&set=a.108647616008737.1073741830.100005904969250&type=1&theater
DENGAN TANAH AIR INI KITA BISA PERJUANGKAN ISLAM
Mengapa Tanah Air Mesti Didahulukan daripada Islam?
Jakarta, NU Online
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengaku mengembangkan pemikiran Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari tentang ukhuwwah islamiyyah (persaudaraan sesama umat Islam) dan ukhuwwah wathaniyyah (persaudaraan sesama bangsa).
Menurut dia, sebagai sebuah strategi, memperjuangkan tanah air harus dilakukan lebih dahulu daripada Islam. Kenapa? “Karena dengan tanah air ini kita bisa memperjuangkan Islam,” ujarnya dalam pembukaan Harlah ke-60 dan Rakernas IPNU di Jakarta, Senin (24/02).
Kiai Said, sapaan akrabnya, mengatakan banyak bangsa yang tidak bisa menjaga tanah airnya akhirnya hilang dari sejarah, seperti yang dialami bangsa Kurdi.
“Man laisa lahu ardlun laisa lahu tarikh, waman laisa lahu tarikh laisa lahu dzakirah; barangsiapa tidak memiliki tanah air, tidak memiliki sejarah dan barangsiapa tidak memiliki sejarah tidak akan dikenang,” imbuhnya.
Timur Tengah, lanjut Kiai Said, memiliki segudang ulama yang ‘alim dan ‘allamah. Namun demikian, di sana terjadi banyak konflik berdarah yang tidak bisa dipecahkan oleh ulama.
Hal ini, menurutnya, karena tidak adanya nasionalisme di kalangan ulama dan organisasi kemayarakatan sebagai kekuatan masyarakat sipil di sana. Dengan adanya ormas seperti NU, Al-Washliyyah, Hizbul Wathan dan lain-lain, ulama Indonesia memiliki peran strategis, baik di kancah nasional maupun Internasional.
Maka dari itu, Kiai Said berharap IPNU sebagai ujung tombak pengkaderan NU mampu mewarisi nilai-nilai yang telah dipelopori oleh ulama Nusantara sebagai pengawal ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah dan NKRI.
“Selama masih ada NU, Insya Allah Indonesia akan terus ada. Semoga, NU langgeng sampai yaumil qiyamah,” ungkapnya di depan Wakil Menteri Pertahanan Letjend Sjafrie Sjamsoeddin, tamu undangan, para alumni IPNU, Pimpinan Pusat dan Pimpinan Wilayah IPNU se-Indonesia.
Usai sambutan, Kiai Said menerima kenang-kenangan dari Ketua Umum PP IPNU Khairul Anam Kharisah. PP IPNU periode ini juga memberi penghargaan kepada tokoh-tokoh yang dianggap berjasa besar dan memiliki dedikasi kepada IPNU. (A Naufa Khoirul Faizun/Mahbib)
http://www.nu.or.id/
BANGSA INDONESIA, BANGSA YANG DICINTAI ROSULULLAH
Muslimedianews ~ Tatkala
Prof. DR. al-Muhaddits as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki bersama
rombongan ulama lainnya pergi berziarah ke Makam Rasulullah Saw.,
tiba-tiba beliau diberikan kasyaf (tersingkapnya hijab) oleh Allah Swt.
dapat jumpa dengan Nabi Saw. Di belakang Nabi Muhammad Saw. sangat
banyak orang yang berkerumunan. Ketika ditanya oleh as-Sayyid Muhammad
al-Maliki: “Ya Rasulullah, siapakah orang-orang itu?”
Rasulullah Saw. pun menjawab: “Mereka adalah ummatku yang sangat aku cintai.”
Dan diantara sekumpulan orang yang banyak itu ada sebagian kelompok yang sangat banyak jumlahnya. Lalu as-Sayyid Muhammad al-Maliki bertanya lagi: “Ya Rasulullah, siapakah mereka yang berkelompok sangat banyak itu?”
Rasulullah Saw. kemudian menjawab: “Mereka adalah Bangsa Indonesia yang sangat banyak mencintaiku dan aku mencintai mereka.”
Akhirnya as-Sayyid Muhammad al-Maliki menangis terharu dan terkejut. Lalu beliau keluar dan bertanya kepada jamaah: “Mana orang Indonesia? Aku sangat cinta kepada Indonesia.” (Dikutip dari ceramah Syaikh KH. Muhyiddin Abdul Qadir al-Manafi).
Rasulullah Saw. pun menjawab: “Mereka adalah ummatku yang sangat aku cintai.”
Dan diantara sekumpulan orang yang banyak itu ada sebagian kelompok yang sangat banyak jumlahnya. Lalu as-Sayyid Muhammad al-Maliki bertanya lagi: “Ya Rasulullah, siapakah mereka yang berkelompok sangat banyak itu?”
Rasulullah Saw. kemudian menjawab: “Mereka adalah Bangsa Indonesia yang sangat banyak mencintaiku dan aku mencintai mereka.”
Akhirnya as-Sayyid Muhammad al-Maliki menangis terharu dan terkejut. Lalu beliau keluar dan bertanya kepada jamaah: “Mana orang Indonesia? Aku sangat cinta kepada Indonesia.” (Dikutip dari ceramah Syaikh KH. Muhyiddin Abdul Qadir al-Manafi).
Sya'roni As Samfuriy, Cilangkap Jaktim 28 Februari 2014
Kunjungi www.facebook.com/muslimedianews Sumber MMN: http://www.muslimedianews.com/2014/02/subhanallah-bangsa-indonesia-ternyata.html#ixzz2uocS1gcA
ANJING DAN SIHIR SEBAGAI PENJAGA
[Ubudiyah]
Anjing dan Sihir sebagai Penjaga
Setiap individu berhak mentasarufkan harta benda dan kekayaannya sesuai keinginannya, asal tidak melupakan kewajibannya berzakat, bersedekah dan infak. Karena setiap harta benda yang dimiliki terdapat hak orang lain di dalamnya.
Kekayaan dan harta benda yang dimiliki seseorang haruslah dijaga dan dirawat serta digunakan demi kemaslahatan dan kebaikan. Tidak diperbolehkan menggunakannya untuk kejahatan dan kerusakan apalagi sampai membahayakan kehidupan orang lain.
Demikianlah keterangan dalam Kitab Fatawa Isma’il Zain bahwa,
إن حماية البستان بالسحر لا تجوز قطعا لحرمة استعمال السحر مطلقا، وأما حمايته بالدعاء أو الكلب فذلك جائز
Menjaga kebun dengan sihir tidak diperbolehkan karena menggunakan sihir secara mutlaq hukumnya adalah haram. Sedangkan menjaganya dengan doa-doa atau dengan anjing yang terlatih maka hukumnya boleh.
Secara tekstual pelarangan penggunaan sihir untuk keamanan adalah hal yang dilarang oleh agama, karena hal itu bertentangan dengan aqidah dan membahayakan orang lain yang terkena dampak dari sihir tersebut. Begitu juga dilarang memagari rumah dengan aliran listrik yang mematikan. Sungguhpun hal itu tidak bertentangan dengan aqidah tetapi sangat membahayakan orang lain.
Oleh karena itulah Islam mengajarkan berbagai doa yang berguna untuk ‘mengamankan’ harta benda, kekayaan dan segala milik agar terhindar dari kejahatan orang lain. Andaikan diperlukan, maka menggunakan jasa hewan seperti anjing yang telah terlatih sebagai penjaga, hukumnya boleh-boleh saja. Dengan catatan anjing tersebut tidak meresahkan orang lain dan warga sekitar.
(Pen. Fuad H/Red. Ulil H)
Anjing dan Sihir sebagai Penjaga
Setiap individu berhak mentasarufkan harta benda dan kekayaannya sesuai keinginannya, asal tidak melupakan kewajibannya berzakat, bersedekah dan infak. Karena setiap harta benda yang dimiliki terdapat hak orang lain di dalamnya.
Kekayaan dan harta benda yang dimiliki seseorang haruslah dijaga dan dirawat serta digunakan demi kemaslahatan dan kebaikan. Tidak diperbolehkan menggunakannya untuk kejahatan dan kerusakan apalagi sampai membahayakan kehidupan orang lain.
Demikianlah keterangan dalam Kitab Fatawa Isma’il Zain bahwa,
إن حماية البستان بالسحر لا تجوز قطعا لحرمة استعمال السحر مطلقا، وأما حمايته بالدعاء أو الكلب فذلك جائز
Menjaga kebun dengan sihir tidak diperbolehkan karena menggunakan sihir secara mutlaq hukumnya adalah haram. Sedangkan menjaganya dengan doa-doa atau dengan anjing yang terlatih maka hukumnya boleh.
Secara tekstual pelarangan penggunaan sihir untuk keamanan adalah hal yang dilarang oleh agama, karena hal itu bertentangan dengan aqidah dan membahayakan orang lain yang terkena dampak dari sihir tersebut. Begitu juga dilarang memagari rumah dengan aliran listrik yang mematikan. Sungguhpun hal itu tidak bertentangan dengan aqidah tetapi sangat membahayakan orang lain.
Oleh karena itulah Islam mengajarkan berbagai doa yang berguna untuk ‘mengamankan’ harta benda, kekayaan dan segala milik agar terhindar dari kejahatan orang lain. Andaikan diperlukan, maka menggunakan jasa hewan seperti anjing yang telah terlatih sebagai penjaga, hukumnya boleh-boleh saja. Dengan catatan anjing tersebut tidak meresahkan orang lain dan warga sekitar.
(Pen. Fuad H/Red. Ulil H)
Sumber : Dukung NU Mendirikan TV NU Nusantara
NU-Muhammadiyah Dukung NKRI HARGA MATI
U dan Muhammadiyah adalah dua ormas
Islam terbesar di negeri ini. Maka, ketika sudah sangat jelas bahwa NU
dan Muhammadiyah menolak syari’atisasi negara, logiskah jika dikatakan
bahwa 72% muslim Indonesia menginginkan syari’at Islam sebagai sistem
negara?
Sebuah situs antara lain menulis, survei membuktikan bahwa mayoritas muslim Indonesia menginginkan tegaknya syari’at Islam dalam tatanan negara. Dalam merilis survei terbarunya di tahun 2014 SEM Institute menyebut, 72% masyarakat muslim Indonesia menginginkan syari’at Islam sebagai sistem negara.
Sebuah situs antara lain menulis, survei membuktikan bahwa mayoritas muslim Indonesia menginginkan tegaknya syari’at Islam dalam tatanan negara. Dalam merilis survei terbarunya di tahun 2014 SEM Institute menyebut, 72% masyarakat muslim Indonesia menginginkan syari’at Islam sebagai sistem negara.
“Kami melibatkan semua elemen masyarakat dalam survei kami. Dan 72
persen di antaranya yakin, solusi masalah Indonesia hanya dengan
tegaknya syari’at Islam,” kata Dr. Kusman Shadik, salah satu peneliti
SEM Institute, Rabu (19/02/2014).
Menurutnya, survei dilakukan kepada 1.498 responden dari berbagai
kalangan di 38 kota di Indonesia, pada periode 25 Desember 2013-Januari
2014.
Fakta di Lapangan
Mungkin benar bahwa 72% responden survei itu menyatakan bahwa mereka
menginginkan syari’at Islam sebagai sistem negara di Indonesia. Tapi,
apakah mereka benar-benar mewakili mulsim Indonesia? Nanti dulu.
Fakta di lapangan, demikian di antaranya ditulis oleh kompasiana.com,
dua ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah, dengan tegas menerima Pancasila dan menolak konsep negara
Islam atau gerakan Islam syari’at di Indonesia, yang antara lain
tercermin dari perjuangan mengembalikan Piagam Jakarta ke dalam UUD
1945.
Gerakan Islam syari’at tak henti-hentinya berjuang mengembalikan
Piagam Jakarta tersebut, sebagian terang-terangan hendak mendirikan
negara Islam. Namun NU dan Muhammadiyah tetap konsisten menerima
Pancasila dan menolak konsep negara Islam dan syari’atisasi negara.
Pada tanggal 11 Agustus 2000, NU menyatakan menolak Amandemen UUD
1945 Pasal 29 maupun Pembukaan UUD 1945 yang hendak memasukkan tujuh
kata dalam Piagam Jakarta, karena tidak diperlukan, baik dari tujuan
filosofis, historis, maupun substansi ajaran Islam.
Begitu pula dengan Muhammadiyah. Pimpinan Pusat Muhammadiyah secara
resmi mengeluarkan Maklumat/Surat Edaran No. 10/EDR/I.0/2002 bertanggal
16 Agustus 2002, yang intinya tidak mendukung atau menolak usaha
menghidupkan kembali Piagam Jakarta, baik karena alasan substansi maupun
strategi.
Penolakan NU dan Muhammadiyah terhadap upaya memasukkan Piagam
Jakarta dalam UUD 1945 tersebut terekam pula dalam laporan Majalah Forum Keadilan,
Edisi 39 (31 Desember 2000), yang secara khusus menulis laporan utama
tentang gerakan penerapan syari’at Islam yang dilakukan sejumlah
kelompok umat Islam di bawah judul Mengapa Tidak Negara Islam.
Setahun kemudian giliran Majalah TEMPO, Edisi 36/XXX/5 (11
November 2001), menurunkan laporan utama khusus mengenai gerakan
perjuangan menegakkan Piagam Jakarta dari kalangan Islam dalam judul Siapa Mau Syariat Islam.
Konsistensi NU dan Muhammadiyah dalam menolak syari’atisasi negara
sudah teruji dalam garis sejarah sejak tahun 1959 hingga saat ini.Yang
ditolak adalah syari’atisasi dalam lapangan hukum publik pidana, tata
negara, dan administrasi negara. Sedangkan untuk lapangan hukum privat
(perkawinan, waris, perjanjian, perbankan syariah, dan lain-lain) sama
sekali tidak dipermasalahkan.
Pendukung NU dan Muhammadiyah
Dalam situs id.wikipedia.org antara lain disebutkan, dalam menentukan
basis pendukung atau warga NU, ada beberapa istilah yang perlu
diperjelas, yaitu anggota, pendukung atau simpatisan, serta muslim
tradisionalis yang sepaham dengan NU.
Jika istilah warga disamakan dengan istilah anggota, sampai hari ini
tidak ada satu dokumen resmi pun yang bisa dirujuk untuk itu. Karena
sampai saat ini tidak ada upaya serius di tubuh NU di tingkat apa pun
untuk mengelola keanggotaannya.
Apabila dilihat dari segi pendukung atau simpatisan, ada dua cara
melihatnya. Dari segi politik, bisa dilihat dari jumlah perolehan suara
partai-partai yang berbasis atau diasosiasikan dengan NU.
Sedangkan dari segi paham keagamaan, bisa dilihat dari jumlah orang
yang mendukung dan mengikuti paham kegamaan NU. Dalam hal ini bisa
dirujuk hasil penelitian Saiful Mujani (2002), yaitu berkisar 48% dari
muslim santri Indonesia. Jumlah keseluruhan muslim santri, yang disebut
sampai 80 juta atau lebih, adalah mereka yang sama paham keagamaannya
dengan paham kegamaan NU, namun belum tentu mereka ini semuanya warga
atau mau disebut berafiliasi dengan NU.
Berdasarkan lokasi dan karakteristiknya, mayoritas pengikut NU terdapat di Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera.
Pada perkembangan terakhir terlihat bahwa pengikut NU mempunyai
profesi beragam, meskipun sebagian besar di antara mereka adalah rakyat
biasa, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Mereka memiliki kohesifvtas
yang tinggi, karena secara sosial-ekonomi memiliki problem yang sama,
serta selain itu juga sama-sama sangat menjiwai ajaran Ahlussunnah wal
Jama’ah. Pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia
pesantren, yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU.
Basis pendukung NU ini kini cenderung mengalami pergeseran. Dalam
konteks pendidikan, basis intelektual dalam NU semakin meluas, sejalan
dengan cepatnya mobilitas sosial yang terjadi selama ini. Belakangan ini
NU sudah memiliki sejumlah doktor atau magister dalam berbagai bidang
ilmu, selain dari ilmu ke-Islam-an, baik dari dalam maupun luar negeri,
termasuk negara-negara Barat.
Itu tentang basis pendukung NU. Sedang Muhammadiyah, dalam situs
directory.umm.ac.id antara lain disebutkan, hampir-hampir tidak bisa
diragukan bahwa Muhammadiyah, sebagai ormas Islam yang besar, telah
banyak memberikan kontribusi pada bangsa sepanjang sejarahnya. Ya,
dengan jumlah pengikut yang cukup besar, kira-kira 15 sampai 20 juta
jiwa, Muhammadiyah telah menempatkan diri sebagai ormas Islam terbesar
kedua setelah NU di negeri ini.
Bahkan, pencitraan atas Islam Indonesia, selain dialamatkan kepada NU
sebagai ormas terbesar, secara tidak langsung jelas dialamatkan kepada
Muhammadiyah. Hal ini tentu saja masuk akal, sebab Muhammadiyah dan NU
bisa dibilang sebagai representasi Islam Indonesia secara nasional.
Oleh sebab itulah, ketika awal tahun 2002 terjadi gegeran di republik
ini berkaitan dengan isu terorisme yang disinyalir dilakukan oleh
kelompok Islam, Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. A. Syafii Maarif dan
Ketua PBNU Hasyim Muzadi bergegas menjelaskan kepada publik bahwa
terorisme yang dilakukan bukanlah oleh masyarakat muslim, tetapi
individu yang beragama Islam yang sebenarnya mereka tidak memahami Islam
secara memadai, sebab perilaku terorisme, kekerasan, pembunuhan, tidak
diajarkan dalam Islam sebagai jalan penyelesaian masalah.
Apa yang dilakukan Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan PBNU merupakan
upaya konkret untuk menjelaskan kepada negara lain bahwa Islam Indonesia
tidak sebagaimana dicitrakan, yakni sebagai “Islam yang penuh dengan
kekerasan”. Karena itu, pencitraan atas Islam oleh dunia internasional
berkaitan dengan bagaimana Muhammadiyah dan NU “tampil” di pentas
sehingga Islam tidak sebagaimana sering dituduhkan oleh dunia
internasional.
Begitulah, NU dan Muhammadiyah adalah dua ormas Islam terbesar di
negeri ini. Maka, ketika sudah sangat jelas bahwa NU dan Muhammadiyah
menolak syari’atisasi negara, logiskah jika dikatakan bahwa 72% muslim
Indonesia menginginkan syari’at Islam sebagai sistem negara?
(au/majalah-alkisah.com)
http://www.suara-muslim.com/2014/03/survei-abal-abal-72-muslim-indonesia.html/
Langganan:
Postingan (Atom)