PSIKOLOGI
PENDIDIKAN (TANTANGAN DI ABAD 21)
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 TANTANGAN-TANTANGAN DALAM ABAD 21 SECARA UMUM DAN IMPLIKASINYA DALAM DUNIA PENDIDIKAN
2.1.1 Tantangan-Tantangan Dalam Abad 21
Jacques Delors selaku Ketua Komisis
Internasional tentang Pendidikan untuk abad 21 dari Persekutuan Bangsa-Bangsa,
dalam raporannya: “learning: the teasure within”(1996), mengemukakan tujuh
macam ketegangan yang akan terjadi serta menjadi ciri dan tantangan pendidikan
abad 21, sebagai berikut:
1.
Ketegangan
antara global dengan lokal: orang secara berangsur-angsur perlu menjadi warga
Negara dunia tanpa tercabutnya akar-akar budaya mereka dan karenanya turut
serta berperan aktif sebagai bagian dalam kehidupan mereka berbangsa dan
bermasyarakat di tempat mereka tinggal.
2.
Ketegangan
antara universal dengan individual: kebudayaan pasti menjadi bersifat globl,
tetapi hanya besifaat sebagian-sebagian. Kita tidak dapat mengabaikan
harapan-harapan yang dijanjikan oleh proses globalisasi dan juga
resiki-resikonya, serta tak sedikitpun melupaan sifat unik manusia sebagai
individu; dengan demikian resiko mereka, harus memilih masa depan mereka
sendiri dan berhasil mencapai sepenuhnya kamampuan mereka dalam khazanah kekayaan
tradisi-tradisi budaya mereka yang terawat dengan baik dan budaya mereka
sendiri dapat terancam oleh perkembangan mutakhir apabila tidak mereka sendiri
yang merawatnya.
3.
Ketegangan
antara tradisi dngan kemuderenan: yang merupakan bagian dari masalah yang sama:
bagaimana tradisi dapat menyesuaikan diri pada perubahan tanpa hrus kembali
kemasa lampau, bagaimana otonomi atau kemanirian dapat dicapai seiring dengan
perkembangan kebebasan orang lain, dan bagaimana kemajuan ilmiah dapat diterima
dalam masyarakat? Hal ini merupakan semangat yang diperlukan untuk menghindari
tantangan-tantangan yang datang dari teknologi-teknologi informasi yang baru.
4.
Ketegangan
antara pertumbuhan-pertumbuhan jangka panjang dengan jangka pendek: Hal ini
selalu ada, tetapi dewasa ini hal tersebut didukung oleh keperkasaan dari
kesementaraan dan kesesaatan, dalam sebuah dunia yang sangat dilimpahi oleh
informasi yang singgah sebentar dan emosi-emosi terus-menerus tertuju pada
masalah-masalah yang memerlukan oemecahan segera. Pendapat umum meneriakkan
perlunya jawaban-jawaban dan pemecahan masalah yang segera, padahal banyak
masalah memerlukan strategi perbaikan keadaan yang harus dilaksanakan dengan
sabar terencana, bermusywarah. Strategi tersebut adalah sangat tepat digunakan
dalam kasus dengan penentuan kebijaksanaan pendidikan.
5.
Ketegangan
antara perlunya kompetisi dengan kesaan kesempatan: Hal ini merupakan masalah
klasik, yang telah dihadapi baik oleh para pengambil keputusan dalam bidang
ekonomi dan sosial maupun para pengambil keputusan dalam bidang pendidikan
sejak awal abad 20. Pemecahan masala tersebut kadang-kadang telah diusulkan,
tetapi tidak pernah tahan uji dalam waktu. Sekarang ini, komisi berani
menyatakan bahwa tekanan yang datang dari kempetisilah yang menyebabkan banyak
dari para pengambil keputusan berada dalam posisi kewenangan yang kehilangan
misinya, sehingga menyebabkan setiap orang menjadi alat untuk mendapatkan
keuntungan yang sebesar-besarnya dari setiap kesempatan yang ada. Dalam rangka
laporan ini, hal tersebut mendorong kita untuk meninjau kembali dan memperbaiki
konsep-konsep tentang pendidikan seumur hidup yang tertuju pada pemanduan tiga
macam tenaga, yaitu: kompetisi, yang memberikan kepada kita dorongan-dorongan;
koerasi, yang memberi kita kepada kita kekuatan; dan solidaritas, yang memberi
kepada kita persatuan.
6.
Ketegangan
antara perluasan pengetahuan yang berlimpah ruah dengan kemampuan manusia untuk
mencerrnakannya: Komisi tidak dapat menentang terhadap golongan yang
berkeinginan untuk menambah mata pelajaran baru, seperti pengetahuan tentang
diri sendiri, cara-cara mencapai keseimbangan fisik dan psikologis atau
cara-cara memahami perbaikan lingkungan alam dan melestarikannya secara lebih
baik. Oleh karena hal ini telah menambah tekanan terhadap kurikula, maka setiap
strategi perbaikan yang dirumuskan dengan jelas harus berkenaan dengan
penentuan pilihan-pilihan yang selalu mengutamakan pada hal-hal yang pokok dari
suatu pendidikan dasar yang yang mengajarkan murid bagaimana membenahi hidup
mereka melalui penguasaan pengetahuan, melalui eksperimen dan melalui
pengembangan budaya-budaya merka sendiri harus dijamin.
7.
Akhirnya,
factor abadi lainnya adalah ketegangan antara spiritual dengan material: sering
tanpa menyadari, dunia mempunyai suatu keinginan yang sering tidak
teerungkapkan, yang berupa suatu cita-cita dan nilai-nilai yang akan kita sebut
“moral”. Adalah tugas mulia pendidikan untuk mendorong setiap orang bertindak
berdasarkan tradisi-tradisi dan pendirian-pendirian mereka membarikan
penghargaan penuh terhadap pluralism, untuk meningkatkan pikiran dan spirit
mereka mencapai tingkat universal dan berdasrkan ukuran tertentu,
mentransendenkan diri mereka. Tidaklah berlebih-lebihan apabila komisi
menyatkan bahwa kelangsungan hidup manusia tergantung pada bagaimana tugas
mulia pendidikan diupayakan. (Delors, 1996: 17-18).
2.1.2
Implikasi Bagi Pendidikan Indonesia
1. Landassn Futuralistik
Indonesia sebagai
anggota perserikatan bangsa-bangsa sudah sepantasnya apabila hasil komis
internasional tentang pendidikan untuk abad 21 menjadi bahan kajian utama dalam
rangka pembangunan pendidikan Indonesia memasuki abad 21. Dengan demikian
hasil-hasil komisi tersebut merupakan salah satu landasan futuralistik
pendidikan Indonesia dalam menyonsong abad 21.
2. Tujuan Pengkajian
Menangkap situasi
internasional yang diperkirakan akan terjadi dalam abad 21; mengkaji visi,
perinsip-perinsip, dan perkembangan pendidikan untuk menilainya secara
cermatdan mengadopsinya hal-hal yang dapat dilaksanakan dalam pembangunan
pendidikan nasional Indonesia, yang sesuai dengan cita-cita dan kondisi
nasional Indonesia.
3. Bentuk dan Sifat Pengkajian
a. Pengkajian merupakan pengkajian
kebijaksanaan pendidikan.
b. Pengkajian bersifat menemuka
alternatif-alternatif untuk meningkatkan impelementasi pendidikan nasional yang
berstandar internasional, dan menguatkan usaha-usaha hubungan internasional
dalam bidang pendidikan yang saling menguntungkan dalam rangka peningkatan mutu
pendidikan.
c. Pengkajian merupakan upaya pemanduan
antara cita-cita internasional atau global dengan cita-cita dan kondisi
nasional dalam bidang pendidikan. Dalam demikian pembangunan pendidikan
Indonesia diharapkan dapat memasuki globalisasi yang diperkirakan akan terjadi
dalam abad 21.
2.2 TANTANGAN GURU
DALAM DUNIA PENDIDIKAN DAN GAMBARAN PENDIDIKAN DALAM ABAD 21
2.2.1 Tantangan Guru Dalam Dunia
Pendidikan
Diakui atau tidak diakui dalam dunia
pendidikan paradigma yang dianut sekarang adalah konstruktivisme. Jika dahulu
pengetahuan siswa bersumber dari guru, dan siswa dianggap sebagai gelas kosong
yang siap diisi. Maka dengan paradigma konstruktivisme, siswa harus dianggap
memiliki pengetahuan awal, dan tugas guru hanya mengkonstruksinya. Siswa pun
diibaratkan tanaman yang sudah punya potensi untuk tumbuh dan berkembang,
sedangkan guru hanya berfungsi sebagai penyiram yang membantu tanaman (siswa)
tumbuh dan berkembang dengan baik. Akibatnya, peran guru berubah dari pengajar
menjadi fasilitator dengan model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student
center), tidak lagi berpusat pada guru (teacher center). Proses belajar
mengajar (PBM) bersifat memandirikan siswa dalam mengeksplorasi rasa
keingintahuannya dan memecahkan masalah yang diberikan guru.
Proses globalisasi merupakan kaharusan
sejarah yang tidak mungkin dihindari, dengan segala berkah dan mudhorotnya.
Bangsa dan Negara akan dapat memasuki era globalisasi dengan tegar apabila
memiliki pendidikan yang berkualitas. Kualitas pendidikan, terutama ditentukan
oleh proses belajar mengajar yang berlangsung di ruang-ruang kelas. Dalam
proses belajar mengajar tersebut guru memegang peran yang penting. Guru adalah
kreator proses belajar mengajar. Ia adalah orang yang akan mengembangkan
suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji apa yang menarik minatnya, mengekspresikan
ide-ide dan kreatifitasnya dalam batas-batas norma-norma yang ditegakkan secara
konsisten. Sekaligus guru akan berperan sebagai model bagi anak didik. Kebesaran
jiwa, wawasan dan pengetahuan guru atas perkembangan masyarakatnya akan
mengantarkan para siswa untuk dapat berpikir melewati batas-batas kekinian,
berpikir untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.
Tugas utama guru adalah mengembangkan
potensi siswa secara maksimal lewat penyajian mata pelajaran. Setiap mata
pelajaran, dibalik materi yang dapat disajikan secara jelas, memiliki nilai dan
karakteristik tertentu yang mendasari materi itu sendiri. Oleh karena itu, pada
hakekatnya setiap guru dalam menyampaikan setiap mata pelajaran harus menyadari
sepenuhnya bahwa seiring menyampaikan materi pelajaran, ia harus pula
mengembangkan watak dan sifat yang mendasari dalam mata pelajaran itu sendiri.
Materi pelajaran dan aplikasi
nilai-nilai terkandung dalam mata pelajaran tersebut senantiasa berkembang
sejalan dengan perkembangan masyarakatnya. Agar guru seanantiasa dapat
menyesuaikan dan mengarahkan perkembangan, maka guru harus memperbaharui dan
meningkatkan ilmu pengetahuan yang dipelajari secara terus menerus. Dengan kata
lain, diperlukannya adanya pembinaan yang sistematis dan terencana bagi para
guru.
Memasuki abad 21 pendidikan akan
mengalami pergeseran perubahan paradigma yang meliputi pergeseran paradigma:
(1) dari belajar terminal ke belajar sepanjang
hayat,
(2) dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan
ke belajar holistik,
(3)
dari citra hubungan guru-murid yang bersifat konfrontatif ke citra
hubungan kemitraan,
(4) dari pengajar yang menekankan pengetahuan
skolastik (akademik) ke penekanan keseimbangan fokus pendidikan nilai,
(5) dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye
melawan buat teknologi, budaya, dan komputer,
(6) dari penampilan guru yang terisolasi ke
penampilan dalam tim kerja,
(7) dari konsentrasi eksklusif pada kompetisi ke
orientasi kerja sama.
Dengan memperhatikan pendapat ahli
tersebut nampak bahwa pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan
sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi berbagai tantangan dan
tuntutan yang bersifat kompetitif.
2.2.2 Gambaran Pembelajaran di Abad
Pengetahuan (abad 21)
Sekolah memerlukan sumber belajar yang
banyak. Tetapi sekolah dihadapkan pada kenyataan bahwa sumber belajar yang ada
di perpustakaan sangat terbatas. Koleksi buku dan compact disk (CD) yang
dimiliki sekolah pun acapkali sudah usang. Pembaharuan koleksi buku dan CD
tentu memerlukan biaya yang sangat besar. ICT dapat dijadikan solusi bagi
permasalahan ini.
Praktek pembelajaran yang terjadi
sekarang ini masih didominasi oleh pola atau paradigma yang banyak dijumpai di
abad industri. Pada abad pengetahuan (abad 21) paradigma yang digunakan jauh
berbeda dengan pada abad industi. Pendekatan pembelajaran yang digunakan pada
abad pengetahuan adalah pendekatan campuran yaitu perpaduan antara pendekatan
dari guru, belajar dari siswa lain, dan belajar pada diri sendiri.
2.3 SOSOK GURU DI ABAD 21
Guru abad 21 harus menguasai banyak
pengetahuan (akademik, pedagogik, sosial dan budaya), mampu berpikir kritis,
tanggap terhadap setiap perubahan, dan mampu menyelesaikan masalah. Guru tidak
boleh hanya datang ke sekolah melulu untuk mengajar saja. Kemampuan untuk mengelola
kelas saja tidak cukup lagi. Guru diharapkan bisa menjadi pemimpin dan agen
perubahan, yang mampu mempersiapkan anak didik untuk siap menghadapi tantangan
global di luar sekolah. Selain orang tua peran guru dalam mengarahkan masa
depan anak didiknya sangat signifikan. Bisa dibayangkan apa jadinya kalau guru
tidak siap menghadapi semua tantangan dinamika pendidikan abad 21 ini, yang
nota-bene masih terus akan berubah.
Dalam konteks guru profesional dengan semangat tinggi, ia akan selalu memiliki inisiatif, gigih, tidak putus asah dan tidak gampang menyerah. Sebaliknya, ia akan jarang mengeluh. Dan hatinya akan senantiasa berbunga kata “There are two kinds of days:good days and great days” atau hanya ada dua macam hari: hari baik dan hari sangat baik. Guru dalam dimensi kekinian digambarkan sebagai sosok manusia yang berakhlak mulia, arif, bijaksana, berkepribadian stabil, mantap, disiplin, santun, jujur, obyektif, bertanggung jawab, menarik, mantap, empatik, berwibawa, dan patut diteladani.
Dalam konteks guru profesional dengan semangat tinggi, ia akan selalu memiliki inisiatif, gigih, tidak putus asah dan tidak gampang menyerah. Sebaliknya, ia akan jarang mengeluh. Dan hatinya akan senantiasa berbunga kata “There are two kinds of days:good days and great days” atau hanya ada dua macam hari: hari baik dan hari sangat baik. Guru dalam dimensi kekinian digambarkan sebagai sosok manusia yang berakhlak mulia, arif, bijaksana, berkepribadian stabil, mantap, disiplin, santun, jujur, obyektif, bertanggung jawab, menarik, mantap, empatik, berwibawa, dan patut diteladani.
Dengan sosok kekiniannya, seorang guru
harus manjadi manusia yang dinamis dan berfikir ke depan(futuristic) dengan
tanda-tanda dimilikinya sifat informatif, modern, bersemangat, dan komitmen
untuk pengembangan individu maupun bersama-sama. Dan yang tak kalah penting,
guru diharuskan mampu menguasai IT, atau setidak-tidaknya mampu
mengoperasionalkan. Guru diharapkan benar-benar mampu mengajak siswanya siap
dalam menghadapi tantangan zaman. Sebagai guru profesional juga wajib tumbuh
dalam dirinya jiwa semangat dan sebagai penyemangat. Untuk yang satu ini, hal
mendasar yang harus dimiliki guru adalah kekayaan pengetahuan dan kompetensi
materi yang akan diajarkan. Tanpa itu, mustahil guru akan dapat mengajar dengan
baik, lugas dan lancar. Keminiman penguasaan materi dan wawasan pendukungnya
akan mengurung guru pada keminderan dan bahkan merasa takut berhadapan dengan
siswa.
Dalam Jurnal Educational Leadership
1993 (dalam Supriadi 1998) dijelaskan bahwa untuk menjadi profesional seorang
guru dituntut untuk memiliki lima hal: (1) Guru mempunyai komitmen pada siswa
dan proses belajarnya, (2) Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran
yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa, (3) Guru bertanggung
jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi, (4) Guru
mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari
pengalamannya, (5) Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar
dalam lingkungan profesinya.
Dengan adanya persyaratan
profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil
guru Indonesia yang profesional di abad 21 yaitu; (1) memiliki kepribadian yang
matang dan berkembang; (2) penguasaan ilmu yang kuat; (3) keterampilan untuk
membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan (4) pengembangan
profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan
utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut
mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional.
Apabila syarat-syarat profesionalisme
guru di atas itu terpenuhi akan mengubah peran guru yang tadinya pasif menjadi
guru yang kreatif dan dinamis. Pemenuhan persyaratan guru profesional akan
mengubah peran guru yang semula sebagai orator yang verbalistis menjadi
berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan lingkungan belajar yang
invitation learning environment. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, guru
memiliki multi fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator, informator,
komunikator, transformator, change agent, inovator, konselor, evaluator, dan
administrator.
Pengembangan profesionalisme guru
menjadi perhatian secara global, karena guru memiliki tugas dan peran bukan
hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan
juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetisi.
Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap
berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang dalam dirinya.
Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-aspek kepribadian terutama aspek
intelektual, sosial, emosional, dan keterampilan. Tugas mulia itu menjadi berat
karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi muda memasuki abad
pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai
individu maupun sebagai profesional.
DAFTAR RUJUKAN
Miarso,
Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group Mudyahardjo, Redja. 2001. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada Zamroni. 2001. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta:
Bigraf Publishing
http://miftah19.wordpress.com/2009/05/16/sosok-guru-abad-21-sebuah-harapan-dan-kenyataan/
http://miftah19.wordpress.com/2009/05/16/sosok-guru-abad-21-sebuah-harapan-dan-kenyataan/
0 komentar:
Posting Komentar